Tuesday, February 15, 2011

Penghujat Agama atau Kepercayaan Bukti Belum Sadarnya Diri….

Penghujat agama Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan kepercayaan lain merupakan bukti kebodohan. Tiada satu pun ajaran yang disampaikan oleh para nabi serta para suci yang mengajarkan kebencian. Yang disampaikan selalu berkaitan dengan kedamaian dan kasih. Baik terhadap lingkungan dan sesama. Semua inti kabar yang disampaikan pasti selaras dengan sifat alam.

Yang lebih parah lagi, banyak yang mengaku atheis dan kemudian menghujat semua agama. Mereka pikir bahwa Tuhan tidak ada. Mereka tidak sadar bahwa untuk meniadakan sesuatu mesti ada terlebih dahulu yang akan ditiadakan. Misalnya, kita akan meniadakan benda yang disebut botol dari pikiran kita. Si botol terlebih dahulu harus ada, sehingga kemudian kita bisa mengatakan botol tidak ada. Bagaimana mungkin kita meniadakan sesuatu yang tidak ada?

Jadi mereka yang mengaku atheis dan kemudian melecehkan kelompok agama juga tidak benar. Demikian pula yang mengaku beragama, kemudian menjelekkan kelompok atheis. Tidak ada yang benar satu pun di hadapan Sang Khalik. Semuanya karena arogansi diri. Dan sifat ini yang tidak disukai oleh Tuhan.

Kita lupa bahwa tujuan kelahiran adalah menafikan ego. Bukan semakin memupuk ego sehingga akhirnya kita menuhankan ego. Bukan menuhankan Allah. Jika terjadi demikian sesungguhnya kita juga sudah menjadi kelompok atheis. Bukan kelompok yang berTuhan.

Paling utama adalah mengawasi tingkah laku perbuatan kita agar tidak melukai perasaan sesama. Dengan menganggap agama kita paling baik, kita menjadi makhluk paling buruk di hadapan Tuhan. Kita selalu melupakan suru tauladan para nabi, rasul dan para suci.

Kita mesti selalu ingat akan tujuan perjalanan. Dalam hidup ini, kita berupaya melepaskan jubah keterikatan yang masih saja betah kita gunakan oleh badan kita. Kita lupa akan tindakan Shrea dan Preya. Tindakan yang memuliakan jiwa dan tindakan yang mengutamakan kenyamanan badan.

Selalu saja kita terjerumus pada tindakan yang menyenangkan badan dan mengabaikan tindakan yang memuliakan jiwa. Mengapa demikian? Karena kesadaran kita masih pada ke lapisan kesadaran badaniah. Bukan pada kesadaran rohani. Padahal kehadiran kita di bumi bertujuan memuliakan Sang Jiwa mulia. Jika ada yang bertanya, apakah dengan memuliakan jiwa pasti selesai urusan di bumi.

Memuliaakan sang jiwa berarti kita menciptakan materi tanpa kualitas keduniawian pada mind kita. Jika hal ini bisa terwujud, keniscayaan pelepasan sang jiwa dari ikatan mind berkualitas keduniawian tercapai….

Hento2008